Sabar itu melelahkan di dunia

Jadi ibu sekaligus seorang istri itu bukan hal yang mudah. Banyak orang yang meremehkan pekerjaan ini. Bilangnya itu cuman rutinitas biasa. 

Iya kah? Jika boleh memilih, aku pun ingin sekali menjadi wanita karir. Mengejar lagi mimpiku yang tertunda. Menyusun lagi keuangan pribadiku seperti saat gadis. 

Tapi bagaimana nasib anakku jika harus begitu? 

Mengertilah walau hanya sedikit. 

Yang aku butuhkan bukan hanya uang. Aku masih bisa mencari uang sendiri jika di izinkan. 

Waktu, batin yang tidak terluka, pendidikan spiritual, dan penghargaan. Apakah kamu memikirkan hal hal itu? 

Sepertinya iya. Memang harus ibu yang selalu sempurna. Ibu yang mengeluh, mereka bilang adalah ibu atau istri yang kurang bersyukur. 

Harus selalu bersikap tenang dan baik baik saja dalam keadaan kekurangan sekalipun. Sabar yang tidak ada batasnya. Batas kesabaran ya kematian. Udah tok no debat. 

Setidaknya aku bersyukur. Bisa menikah dengan sosok yang memiliki karakter seperti itu adalah.... Semakin membuatku ingin selalu berdoa, mendoakan, dan membuatku jadi dekat dengan Tuhanku. Jika aku menikah dengan orang yang selalu memanjakanku, mungkin aku tidak akan sejauh ini dalam memohon padaNya. Mungkin aku tidak akan berfikir menjadi orang yang lebih baik. Itu lah salah satu hal yang membuatku bersyukur. 

Aku pun bersyukur karena kebutuhanku masih tercukupi. Walau tidak lebih dan tidak juga kurang. 

Lihatlah kisah para Nabi2 terdahulu. Seperti contohnya kisah Nabi Nuh a.s. walaupun suaminya sholeh tapi tetap tidak membuat istrinya mau mengikuti suaminya untuk beriman. Sama halnya dengan kisah Nabi Luth a.s. Lalu ada lagi kisah Firaun dan Siti Asiyah. Kisah Nabi Ibrahim dan bapaknya. 

Yang menjadikan kita berarti adalah bukan karena kehadiran orang lain di sisi kita. Melainkan nilai dan usaha kita sendiri. Toh di hari akhirat pun bukan kah kita mempertanggung jawabkan perbuatan kita sendiri. Yang terpenting adalah berusaha mengingatkan dan mendoakan. Karena hanya Allah lah yang memberikan hasil.